Benarkah jalan tol beton bisa buat ban Meletus
Para berpengalaman sepakat membalas pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Meski ada bisa jadi ban menjadi aus dan panas sebab terus bergesekan dengan jalur beton, bukan berarti tersebut akan mengakibatkan ban mendadak meletus.
Hendra Himawan, GM Sales Admin & Planning Departemen Training and Sales Sumi Rubber Indonesia Dunlop menjelaskan, permukaan jalan beton dan aspal mempunyai karakter berbeda. Beton lebih keras, sementara aspal empuk dan halus.
“Efeknya untuk ban bila jalan tersebut keras permukaan kasar, keausan lebih cepat," terangnya.
Ban yang aus atau botak memang memperbesar risiko pecah ban. Namun, "Korelasi beton mengakibatkan ban pecah tersebut saya tak dapat mengatakan benar atau salah, jadi butuh diteliti. Karena penyebab ban pecah macam-macam," tegas Hendra.
Hal senada juga dikatakan Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) dan berpengalaman konstruksi ITB, Drajad Hudayanto.
Berdasarkan keterangan dari mereka, keselamatan yang terancam sebab pecah ban tidak semata-mata diakibatkan kontur jalan yang dilalui, namun lebih pada bagaimana pengemudi memperhatikan situasi kendaraan dan teknik berkendaranya.
Drajad menuturkan, pemakaian teknik pembangunan jalan beton masih lazim dipakai di semua dunia. "Bahkan jembatan California masih memakai rigid pavement dengan berbahan beton seluruhnya," ujarnya sambil menekankan andai membahayakan, tentu telah dilarang.
"Jalan yang tercipta dari batu, aspal, rigid, block sama saja. Jadi enggak dapat bilang jalan mana yang tingkat kemalangan tinggi, sebab yang mesti menyesuaikan tersebut kembali untuk pengemudi,” timpal Sony.
Hendra menambahkan, perilaku mengemudi "stop and go" menjadi salah satu hal pemicu ban aus. "Mengerem kan butuh traksi, tersebut pasti mengikis. Jalan start mula pasti butuh daya dorong juga. Itu tentu [ban] akan berakhir juga," katanya.
Lantas, apakah ban panas berpotensi merangsang ban meletus? Ban yang berubah panas dampak bergesekan dengan permukaan jalan sebenarnya hal normal.
Berdasarkan keterangan dari Zulpata Zainal, praktisi di industri ban, ban panas hampir tak mungkin dapat menyebabkan letusan sebab panasnya tetap jauh di bawah keawetan spesifikasi ban.
"Kalau panas, iya panas. Ban panas tersebut nggak terdapat masalah. Ban panas tersebut panasnya nggak tiba-tiba jadi panas lebih dari 100 (derajat Celsius). Enggak terdapat yang hingga meleleh, enggak terdapat yang hingga meledak,” imbuhnya.
Bahkan, lanjut dia, ban panas yang digeber dengan kecepatan tinggi juga belum tentu menciptakan ban meletus.
Zulpata menuliskan, masing-masing ban buatan pabrikan mempunyai spesifikasi load index pada dinding ban. Load Index menggambarkan keterampilan ban menyangga beban dan keterampilan ban melaju sampai kecepatan maksimal.
"Misalnya anda pakai ban passenger car yang spesifikasi load index 95H. H itu dengan kata lain kan dapat digeber hingga 210 km/jam. Masalahnya, siapa yang inginkan geber 210 km/jam (di jalan raya), kecepatannya enggak bakal sampai 210 km/jam.”
“Kalau anda ikutin aturan walaupun jalanan kosong terus, maksimal paling melulu 100 km/jam. Masih jauh ke panas meskipun digeber terus," paparnya.
Terlebih lagi, pada dasarnya seluruh produsen ban sudah memperhitungkan segala urusan sebelum memasarkan produk secara massal. Termasuk pengujian daya tahan ban dengan menempuh sekian banyak jenis material jalan, juga endurance test lain.
"Ban tersebut dipasang di perangkat diputar terus-menerus 24 jam sekitar berhari-hari non-stop. Pecahnya tersebut baru berhari-harinya itu. Siapa yang inginkan nyetir sekitar berhari-hari non-stop hingga pecah bannya?” ujar Zulpata.
Meski begitu, Zulpata tetap menganjurkan pengendara selalu memeriksa seluruh situasi kendaraan, tergolong ban sebelum berkendara. Pasalnya, bisa jadi meletus paling kecil melulu jika situasi ban dalam suasana normal dan standar.
Ia menerangkan, di samping ban tidak tertusuk paku dan batu, ban yang dirasakan standar dan normal merangkum empat hal.
Pertama, ban tidak terlampau tipis atau di atas tread wear indicator (indikator keausan ban/TWI). Kedua, ban memang diperuntukkan untuk kendaraan. Ketiga, tidak keunggulan beban muatan, dan terakhir, desakan angin cocok yang dianjurkan pabrikan mobil.
"Kalau desakan udara kurang tersebut ban bakal semakin terbeban berat, gesekan semakin besar. Dan seringkali kalau tidak cukup udara yang aus unsur tepinya. Kalau kekerasan [tekanan udara ketinggian] tengahnya yang cepat aus," jelas Hendra.
Agar lebih aman dan terhindar dari pecah ban, Hendra menyarankan pemilik mobil mengerjakan spooring dan balancing masing-masing 10 ribu km atau enam bulan sekali. Sebab, di samping perbedaan situasi jalan tak dapat diprediksi, kesehatan situasi kaki-kaki mobil pun sanggup memprovokasi keausan ban.
LEMBAGA KURSUS & PELATIHAN
MUSTIKA WANGI
KURSUS OTOMOTIF
MENGEMUDI, MONTIR MOBIL DAN
MONTIR SEPEDA MOTOR
Jl. Raya Timur No.10 Ciborelang, Jatiwangi Majalengka 45454.
Telp. (0233) 883678 – 08122196016
No comments:
Post a Comment